A. Latar Belakang Masalah
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator keberhasilan layanan kesehatan di suatu negara. Kematian ibu dapat terjadi karena beberapa sebab, diantaranya karena anemia. Penelitian Chi, dkk menunjukkan bahwa angka kematian ibu adalah 70% untuk ibu-ibu yang anemia dan 19,7% untuk mereka yang non anemia. Kematian ibu 15-20% secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan anemia. Anemia pada kehamilan juga berhubungan dengan meningkatnya kesakitan ibu. (http://www.bppsdmk.depkes.go.id). Diakses 17 Maret 2009
Anemia karena defisiensi zat besi merupakan penyebab utama anemia pada ibu hamil dibandingkan dengan defisiensi zat gizi lain. Oleh karena itu anemia gizi pada masa kehamilan sering diidentikkan dengan anemia gizi besi. Hal ini juga diungkapkan oleh Simanjuntak tahun 1992, bahwa sekitar 70 % ibu hamil di Indonesia menderita anemia gizi.
Menurut World Health Organization (WHO) 4% kematian para ibu di negara yang sedang berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan. Kebanyakan anemia disebabkan oleh defisiensi besi dan perdarahan akut, bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi (Sarwono, 2000).
Anemia defisiensi zat besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Dengan frekuensi yang masih cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% (Prawirohardjo,2002). Badan kesehatan dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan bahwa prevalensi ibu-ibu hamil yang mengalami defisiensi besi sekitar 35-75%, serta semakin meningkat seiring dengan pertambahan usia kehamilan.
Di Indonesia prevalensi anemia pada kehamilan masih tinggi yaitu sekitar 40,1 % (SKRT 2001). Di provinsi dengan prevalensi anemia terbesar adalah Sumatera Barat (82,6 %) dan yang terendah adalah Sulawesi Tengah. Lautan J dkk (2001) melaporkan dari 31 orang wanita hamil pada trimester II didapati 23 (74%) menderita anemia, dan 13 (42%) menderita kekurangan besi. (http://library.usu.ac.id). Diakses 11 Maret 2009.
Dari hasil pemeriksaan 640 ibu hamil terdapat 500 ibu hamil yang mengatakan tidak rutin meminum tablet zat besi, anemia dalam kehamilan memberikan pengaruh yang kurang baik bagi ibu, baik dalam kehamilan, persalinan, maupun dalam nifas. Berbagai penyakit dapat timbul akibat anemia seperti abortus, partus prematur, partus lama, akibat insersi uteri, perdarahan post partum karena atonia uteri, syok, infeksi baik intra partum maupun post partum. (Manuaba, 2001).
Di Indonesia, kasus anemia umumnya terjadi karena kekurangan zat besi. Seperti pernah dikatakan Prof. dr. Sutaryo dalam pidato pengukuhannya sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta (2005) persoalan zat besi masih menjadi persoalan serius bagi Indonesia.
Anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang berkembang daripada negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen (atau sekitar 1400 juta orang) dari perkiraan populasi 3800 juta orang di negara yang sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di negara maju hanya sekitar 8% (atau kira-kira 100 juta orang) dari perkiraan populasi 1200 juta orang. (Arisman. 2004)
Jika ibu kekurangan zat besi selama hamil, maka persediaan zat besi pada bayi saat dilahirkan pun tidak akan memadai, padahal zat besi sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak bayi diawal kelahirannya. Kekurangan zat besi sejak sebelum hamil bila tidak diatasi dapat mengakibatkan ibu hamil menderita anemia. (Winkjosastro H, 2005)
Kekurangan zat besi juga mengakibatkan kekurangan hemoglobin (Hb) dimana zat besi sebagai salah satu unsur pembentukannya. Hemoglobin berfungsi sebagai pengikat oksigen yang sangat dibutuhkan untuk metabolisme sel, hal ini dapat menyebabkan anak lahir dengan berat badan rendah, keguguran dan juga menyebabkan anemia pada bayinya.( Ahmad Rafiq diaskes tanggal 12 april 2009).
Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia defisiensi zat besi pada wanita hamil dan janin, oleh karena itu perlu kiranya perhatian yang cukup terhadap masalah ini. Anemia pada kehamilan merupakan masalah yang umum karena mencerminkan nilai kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat dan pengaruhnya sangat besar terhadap kualitas sumber daya manusia. Anemia hamil disebut ”Potensial danger of mother and child” (potensial membahayakan ibu dan anak), karena itulah anemia memerlukan perhatian serius dari semua pihak yang terkait dalam pelayanan kesehatan pada hari terdepan (Manuaba, 1998).
Anemia erat kaitannya dengan asupan gizi dari makanan kita sehari-hari, karena itu memperbaiki pola makan merupakan jurus paling penting untuk mengatasi anemia. Terapkan pola makan yang sehat, dengan selalu memperhatikan jumlah, jadwal dan jenisnya. Jumlah yang dimaksud adalah sesuai dengan kebutuhan tubuh. (Winkjosastro H, 2005).
Untuk memenuhi kebutuhan akan zat besi selama hamil, ibu harus mengkonsumsi zat besi sekitar 45-40 mg sehari. Kebutuhan ini dapat terpenuhi dari makanan yang kaya akan zat besi, seperti daging berwarna merah, hati, kuning telur, sayuran berdaun hijau, kacang-kacangan, tempe, roti, dan sereal. Tetapi jika dokter menemukan ibu hamil yang menunjukkan gejala anemia biasanya akan memberikan suplemen zat besi berupa tablet besi, biasanya dikonsumsi satu kali dalam sehari. Suplemen tablet besi juga diberikan pada ibu hamil yang menganut pola makan vegetarian. Untuk meningkatkan penyerapan zat besi, ibu hamil vegetarian hanya cukup makan buah-buahan yang banyak mengandung vitamin C (Ridwan, 2007).
Pengaturan gizi pada kehamilan adalah untuk memaksimalkan kesehatan ibu dan meningkatkan tumbuh kembang bayi yang sehat. Kita tidak dapat menjamin bahwa pengaturan gizi yang optimal akan memberikan hasil akhir yang positif keadaan malnutrisi dapat membawa akibat yang merugikan kesehatan dan tumbuh kembang janin. ( Library Diaskes 12 april 2009).
Berat badan lahir rendah dan penyakit yang terjadi pada usia yang lebih lanjut sangat berkaitan dengan keadaan kurang gizi yang diderita ibu hamil. Di Inggris peningkatan asupan zat besi, zink, protein dan Vitamin B pada ibu hamil selama trimester ketiga terbukti bermanfaat bagi para ibu hamil yang memeriksa diri mereka ke rumah sakit. (Ridwan, 2007).
Diseluruh dunia frekuensi anemia dalam kehamilan cukup tinggi, berkisar antara 10% dan 20% karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia maka dapat difahami bahwa frekuensi itu lebih tinggi lagi di negara-negara yang sedang maju. (Manuaba, 2001).
Kebutuhan zat besi ibu selama kehamilan adalah 800 mg besi diantaranya 300 mg untuk janin plasenta dan 500 mg untuk pertambahan eritrosit ibu, untuk itulah ibu hamil membutuhkan 2-3 mg zat besi tiap hari (Manuaba, 2001).
Sesuai dengan uraian diatas maka penulis ingin melakukan penelitian tentang “Gambaran Kejadian Anemia Pada Ibu Hamil di RSU Pangkep Tahun 2008”.
Untuk Mendapatkan Artikel Lengkap Kami
KLIK SELENGKAPNYA